Konsep Dasar Muamalah Duniawiyah ** YULIZA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna (komprehensif) yang mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia, baik aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah.
Salah satu ajaran yang sangat penting adalah bidang muamalah/ iqtishadiyah (Ekonomi
Islam). Kitab-kitab Islam tentang muamalah (ekonomi Islam) sangat banyak dan
berlimpah, Jumlahnya lebih dari seribuan judul buku. Para ulama tidak pernah
mengabaikan kajian muamalah dalam kitab-kitab fikih mereka dan dalam halaqah
(pengajian-pengajian) keislaman mereka. Seluruh Kitab Fiqh membahas fiqh
ekonomi. Bahkan cukup banyak para ulama yang secara khusus membahas ekonomi
Islam, seperti kitab Al-Amwal oleh Abu Ubaid, Kitab Al-Kharaj karangan Abu
Yusuf, Al-Iktisab fi Rizqi al-Mustathab oleh Hasan Asy-Syaibani, Al-Hisbah oleh
Ibnu Taymiyah, dan banyak lagi yang tersebar di buku-buku Ibnu Khaldun,
Al-Maqrizi, Al-Ghazali, dan sebagainya.
Namun dalam waktu yang panjang, materi muamalah (ekonomi Islam)
cenderung diabaikan kaum muslimin, padahal ajaran muamalah bagian penting dari
ajaran Islam. Akibatnya terjadilah kajian Islam parsial (sepotong-potong).
Padahal orang-orang beriman diperintahkan untuk memasuki Islam secara kaffah
(menyeluruh).
”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
menyeluruh (kaffah) . Jangan ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan
itu musuh yang nyata bagimu. ( QS. Al-Baqara 208). Akibat lainnya, ialah umat
Islam tertinggal dalam ekonomi dan banyak kaum muslimin yang melanggar prinsip
ekonomi Islam dalam mencari nafkah hidupnya, seperti riba, maysir,gharar,
haram, batil dan sebagainya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan muamalah duniawiyah?
2.
Apa yang
menjadi ruang lingkup dalam muamalah?
3.
Apa saja yang
menjadi prinsip-prinsip dalam muamalah?
4.
Bagaimana
Implementasi muamalah dalam kehidupan sehari-hari?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui konsep dasar dari muamalah duniawiyah
2.
Untuk
mengetahui ruang lingkup dalam muamalah
3.
Untuk
mengatahui prinsip-prinsip dalam muamalah
4.
Untuk
mengetahui bagaimana implementasi muamalah dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar
Muamalah Duniawiyah
Secara Etiomologi Muamalah berasal dari kata (العمل)
yang merupakan istilah yang digunakan untuk mengungkapkan semua perbuatan yang dikehendaki
mukallaf. Muamalah mengikuti pola (مُفَاعَلَة) yang bermakna bergaul (التَّعَامُل).
Secara Terminologi Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk
permasalahan selain ibadah. Menurut fiqih,
muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan
cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa
menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan
lain-lain.
Menurut Louis
Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan
urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain
sebagainya. Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah
peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti
perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi,
peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun
khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan
terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di
antara mereka.
Ibadah wajib berpedoman pada sumber ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yaitu
harus ada contoh (tatacara dan praktek) dari Nabi Muhammad SAW. Konsep ibadah
ini berdasarkan kepada mamnu’ (dilarang atas haram). Ibadah ini antara lain
meliputi shalat, zakat, puasa, dan haji. Sedangkan masalah mu’amalah (hubungan
kita dengan sesame manusia dan lingkungan), masalah-masalah dunia, seperti
makan dan minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi,
berlandaskan pada prinsip “boleh” (jaiz) selama tidak ada larangan yang tegas
dari Allah dan Rasul-Nya. Berkaitan dengan hal di atas (mu’amalah), Nabi
Muhammad SAW mengatakan:“Bila dalam urusan agama (aqidah dan ibadah) Anda
contohlah saya. Tapi, dalam urusan dunia Anda, (teknis mu’amalah), Anda lebih
tahu tentang dunia Anda.”
Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau contoh
tatacara, atau aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Apabila hal
itu tidak ada, maka tindakan yang kita lakukan dalam ibadah itu akan jatuh
kepada bid’ah, dan setiap perbuatan bid’ah adalah dhalalah (sesat).
Sebaliknya dalam mu’amalah yang harus dan penting untuk
diketahui adalah apakah ada larangan tegas dari Allah dan Rasul-Nya, karena
apabila tidak ada, hal tersebut boleh saja dilakukan.
Dalam hal ini, Dr. Kaelany juga menjelaskan adanya dua prinsip yang perlu
kita perhatikan, yaitu:
Pertama: Manusia dilarang
“menciptakan agama, termasuk system ibadah dan tata caranya, karena masalah
agama dan ibadah adalah hak mutlak Allah dan para Rasul-Nya yang ditugasi
menyampaikan agama itu kepada masyarakat. Maka menciptakan agama dan ibadah
adalah bid’ah. Sedang setiap bid’ah adalah sesat.
Kedua: Adanya kebebasan
dasar dalam menempuh hidup ini, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan masalah
mu’amalah, seperti pergaulan hidup dan kehidupan dalam masyarakat dan
lingkungan, yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia (Bani Adam) dengan
batasan atau larangan tertentu yang harus dijaga. Sebaliknya melarang sesuatu
yang tidak dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya adalah bid’ah.
Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip
di atas. Ibadah tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita karena semua
ketentuan dan aturan telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, serta contoh
dan tatacaranya telah diajarkan oleh Rasulullah SAW semasa hidupnya. Melakukan
sesuatu dalam ibadah, yang tidak ada disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah
berarti melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah SWT, dan ini
sungguh merupakan perbuatan yang sesat. Namun dalam beberapa hal, tentu ada hal
yang harus diperhatikan sesuai dengan perkembangan zaman. Di sini lah implikasi
dari mu’amaah itu sendiri. Selama tidak ada larangan secara
tegas di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu boleh
dilakukan. Hal ini telah diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah
ditulis di atas. Sebagai contoh adalah dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman
hidupnya Rasulullah, masyarakat yang mengadakan perjalanan dari satu tempat ke
tempat lain menggunakan binatang Unta sebagai kendaraan. Akan tetapi hal itu
tidak mungkin sama dalam kehidupan zaman modern ini. Dan karenanya, menggunakan
kendaraan bermotor diperbolehkan karena tidak ada larangan dari Allah dan
Rasul-Nya (tidak tertera larangan yang tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah).
Syariat Islam adalah ajaran islam yang
membicarakanamal manusia baik sebagai mahluk ciptaan Allah maupun hamba
Allah.
Terkait dengan susunan tertib Syari’at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36
mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu
perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh
sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang
Allah dan RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam
dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh
ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak
dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkanAllah.
Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi
riil yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang ataupun
jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul karena manusia menginginkan sesuatu yang
tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan fitrahnya manusia harus
berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka.
Bekerja sama dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu pihak dapat menjadi pemberi pembiayaan dimana atas manfaat yang diperoleh yang timbul dari pembiayaan tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Kerjasama ini dapat berupa pembiayaan usaha 100% melalui akad mudharaba maupun pembiayaan usaha bersama melalui akad musyaraka. Kerjasama dalam perdagangan, di mana untuk meningkatkan perdagangan dapat diberikan fasilitas-fasilitas tertentu dalam pembayaran maupun penyerahan obyek. Karena pihak yang mendapat fasilitas akan memperoleh manfaat, maka pihak pemberi fasilitas berhak untuk mendapatjan bagi hasil (keuntungan) yang dapat berbentuk harga yang berbeda dengan harga tunai. Kerja sama dalam penyewaan asset dimana obyek transaksi adalah manfaat dari penggunaan asset. Kegiatan hubungan manusia dengan manusia (muamalah) dalam bidang ekonomi menurut Syariah harus memenuhi rukun dan syarat tertentu. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dan menjadi dasar terjadinya sesuatu, yang secara bersama-sama akan mengakibatkan keabsahan. Rukun transaksi ekonomi Syariah adalah:
1.
Adanya
pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan pembeli, penyewa dan
pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima jasa..
2.
Adanya barang
(maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek transaksi.
3.
Adanya
kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan menyerahkan (ijab) bersama dengan
kesepakatan menerima (kabul).
Disamping itu harus pula dipenuhi syarat atau segala sesuatu yang
keberadaannya menjadi pelengkap dari rukun yang bersangkutan. Contohnya syarat
pihak yang melakukan transaksi adalah cakap hukum, syarat obyek transaksi
adalah spesifik atau tertentu, jelas sifat-sifatnya, jelas ukurannya, bermanfaat
dan jelas nilainya.
Obyek transaksi menurut Syariah dapat meliputi barang (maal) atau
jasa, bahkan jasa dapat juga termasuk jasa dari pemanfaatan binatang. Pada
prinsipnya objek transaksi dapat dibedakan kedalam:
1.
obyek yang
sudah pasti (ayn), yaitu obyek yang sudah jelas keberadaannya atau segera dapat
diperoleh manfaatnya.
2.
obyek yang
masih merupakan kewajiban (dayn), yaitu obyek yang timbul akibat suatu
transaksi yang tidak tunai.
Secara garis besar aqad dalam fiqih muamalah adalah sebagai berikut
:
a.
Aqad Mudharaba
Ikatan atau aqad Mudharaba pada hakekatnya adalah ikatan
penggabungan atau pencampuran berupa hubungan kerjasama antara Pemilik usaha
dengan pemilik harta.
b.
Aqad Musyarakah
Ikatan atau aqad Musyaraka pada hakekatnya adalah ikatan
penggabungan atau pencampuran antara para pihak yang bersama-sama menjadi
pemilik usaha.
c.
Aqad
Perdagangan
Aqad Fasilitas Perdagangan, perjanjian pertukaran yang bersifat
keuangan atas suatu transaksi jual-beli dimana salah satu pihak memberikan
fasilitas penundaan pembayaran atau penyerahan obyek sehingga pembayaran atau
penyerahan tersebut tidak dilakukan secara tunai atau seketika pada saat
transaksi.
d.
Aqad Ijarah
Aqad Ijara, adalah aqad pemberian hak untuk memanfaatkan Obyek
melalui penguasaan sementara atau peminjaman Obyek dgn Manfaat tertentu dengan
membayar imbalan kepada pemilik Obyek. Ijara mirip dengan leasing namun tidak
sepenuhnya sama dengan leasing, karena Ijarah dilandasi adanya perpindahan
manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan
B.
Ruang Lingkup
Muamalah
Ruang Lingkup Muamalah untuk memudahkan memahami secara spesifik,
maka terlebih dahulu akan dibahas dua jenis muamalah:
a)
Al-Muamalah
Al-Adabiyah
Yaitu muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda
yang bersumber dari panca indera manusia, yang unsur penegaknya adalah hak-hak
dan kewajiban-kewajiban. seperti jujur, hasud, dengki, dendam, dan lain
sebagainya.
b)
Al-Muamalah
Al-Madiyah
Yaitu muamalah yang mengkaji bagaimana cara tukar menukar benda.
Dengan kata lain, Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah aturan-aturan syara’ yang
berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat, ditinjau dari
segi subjeknya, yaitu mukallaf/manusia. Hal ini mengacu kepada bagaimana
seseorang dalam melakukan akad atau ijab qabul. Apakah dengan rela sama rela
(‘an taradlin minkum) atau terpaksa, ada unsur dusta dan sebagainya. Pembagian
atau pembedaan tersebut ada pada dataran teoritis saja, karena dalam prakteknya
antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
Abdul Wahab Khalaf merinci Fiqih muamalah ini sesuai dengan aspek
dan tujuan masing-masing sebagai berikut :
1.
Hukum
Kekeluargaan (ahwal Al-Syakhsiyah) yaitu hokum yang berkaitan dengan urusan
keluarga dan pembentukannya yang bertujuan mengatur hubungan suami isteri dan
keluarga satu dengan lainnya. Ayat Al-Qur’an yang membahas tentang hal ini
terdapat 70 ayat.
2.
Hukum Sipil
(civic/Al-Ahkam Al-Madaniyah) yang mengatur hubungan individu-individu serta
bentuk-bentuk hubungannya seperti : jual beli, sewa-menyewa, utang piutang, dan
lain-lain, agar tercipta hubungan yang harmonis didalam masyarakat. Ayat
Al-Qur’an mengaturnya dalam 70 ayat.
3.
Hukum Pidana
(Al-Ahkam Al-Jinaiyah) yaitu hukum yang mengatur tentang bentuk kejahatan atau
pelanggaran dan ketentuan sanksi hukumannya. Tujuannya untuk memelihara
kehidupan manusia, harta, kehormatan, hak serta membatasi hubungan pelaku
perbuatan pidana dan masyarakat. Ketentuan ini diatur dalam 30 ayat Al-Qur’an.
4.
Hukum Acara
(Al-Ahkam Al-Murafaat) yaitu hukum yang mengatur tata cara mempertahankan hak,
dan atau memutuskan siapa yang terbukti bersalah sesuai dengan ketentuan hukum.
Hukum ini mengatur cara beracara dilembaga peradilan, tujuannya untuk
mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Ayat Al-Qur’an yang mengatur masalah ini
ada 13 ayat.
5.
Hukum
Ketatanegaraan (Al-Ahkam Al-Dusturiyah) berkenaan dengan sistem hukum yang
bertujuan mengatur hubungan antara penguasa (pemerintah) dengan yang dikuasai
atau rakyatnya, hak-hak dan kewajiban individu dan masyarakat yang diatur dalam
10 ayat Al-Qur’an.
6.
Hukum
Internasional (Al-Ahkam Al-Duwaliyah) mengatur hubungan antar negara Islam
dengan negara lainnya dan hubungan warga muslim dengan nonmuslim, baik dalam
masa damai, atau dalam masa perang. Al-Qur’an mengaturnya dalam 25 ayat.
7.
Hukum Ekonomi
(Al-Ahkam Al-Iqtisadiyah wa Al-Maliyah). Hukum ini mengatur hak-hak seorang
pekerja dan orang yang mempekerjakannya, dan mengatur sumber keuangan negara
dan pendistribusiannya bagi kepentingan kesejahteraan rakyatnya. Diatur dalam
Al-Qur’an sebanyak 10 ayat.
Sedangkan beberapa hal yang termasuk
ke dalam ruang lingkup muamalah yang bersifat Al-Madiyah adalah sebagai berikut
:
1.
Jual-beli (
Al-Bai’ Al-Tijarah )
Jual-beli merupakan tindakan atau
transaksi yang telah di syari’atkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas
dalam Islam.
2.
Gadai ( Al-Rahn
)
Definisi Al-rahn menurut istilah
yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syar’a
untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagian
utang dari benda itu.
3.
Jaminan dan tanggungan
( Kafalan dan Dhaman )
Dalam fiqh, kafalah diartikan
menanggung atau penanggungan terhadap sesuatu, yaitu akad yang mengandung
perjanjian dari seseorang di mana padanya ada hak yang wajib dipenuhi terhadap
orang lain, dan berserikat bersama orang lain itu dalam hal tanggung jawab
terhadap hak tersebut dalam menghadapi penagih (utang).
4.
Pemindahan
hutang ( Hiwalah )
Hiwalah (ﺍﻟﺤﻭﻟﻪ) berarti pengalihan, pemindahan, berubah
kulit dan memikul sesuatu diatas pundah.Pemindahan hak atau kewajiban yang
dilakukan seseorang (pihak pertama) kepada pihak kedua untuk menuntut
pembayaran hutang dari atau membayar hutang kepada pihak ketiga. Karena pihak
ketiga berhutang kepada pihak pertama. Baik pemindahan (pengalihan) itu
dimaksudkan sebagai ganti pembayaran maupun tidak.
5.
Jatuh bangkrut
( At Taflis )
At Taflis adalah seseorang yang
mempunyai hutang, seluruh kekayaannya habis hingga tidak tersisa untuk membayar
hutang.
6.
Perseroan atau
perkongsian ( al-Syirkah )
Syirkah (Perseroan) dibangun atas
prinsip perwakilan (wakalah) dan kepercayaan (amanah), karena masing-masing
pihak yang telah menanamkan modalnya dalam bentuk saham kepada perseroan,
berarti telah memberikan kepercayaan kepada perseroan untuk mengelola saham
tersebut.
7.
Masalah-masalah
seperti bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah-masalah baru lainnya.
C.
Prinsip-Prinsip
Muamalah dalam Mewujudkan Kualitas
Keimanan
Secara etimologi (tata bahasa) prinsip
adalah dasar, permulaan, aturan
pokok. Juhaya S. Praja memberikan pengertian prinsip sebagai berikut:
permulaan, tempat pemberangkatan, titik tolak, atau al-mabda.
Dalam mewujudkan kualitas keimanan ada beberapa prinsip untuk mewujudkannya, yaitu :
pokok. Juhaya S. Praja memberikan pengertian prinsip sebagai berikut:
permulaan, tempat pemberangkatan, titik tolak, atau al-mabda.
Dalam mewujudkan kualitas keimanan ada beberapa prinsip untuk mewujudkannya, yaitu :
1.
Prinsip Tauhid
Ibnu Al-Utsaimin Rahimahullah memaparkan bahwa kata “tauhid”,
secara bahasa, adalah kata benda (nomina) yang berasal dari perubahan kata
kerja wahhada–yuwahhidu, yang bermakna ‘menunggalkan sesuatu’. Sedangkan
berdasarkan pengertian syariat, “tauhid” bermakna mengesakan Allah dalam
hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara
rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Tauhid terbagi menjadi tiga macam:
§ Tauhid rububiyah.
Artinya, mengesakan Allah SWT dalam hal perbuatan-Nya, seperti:
mencipta, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan, mendatangkan bahaya, memberi
manfaat, dan perbuatan lain yang merupakan perbuatan-perbuatan khusus Allah
subhanahu wa ta’ala.
§ Tauhid uluhiyah.
Artinya, mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam jenis-jenis
peribadahan yang telah disyariatkan, seperti: salat, puasa, zakat, haji, doa,
nazar, menyembelih, rasa harap, cemas, dan takut.
§ Tauhid asma’ wa shifat
Yaitu, menetapkan nama-nama dan sifat-sifat untuk Allah SWT, sesuai
dengan yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya maupun yang telah
ditetapkan oleh Rasulullah SAW, serta meniadakan kekurangan-kekurangan dan
aib-aib yang ditiadakan oleh Allah terhadap diri-Nya, dan segala yang ditiadakan
oleh Rasulullah SAW.
2.
Prinsip
keadilan
Adil adalah salah satu prinsip dalam muamalah Islam. Prinsip
keadilan menjadi dasar dari muamalah dalam Islam karena Islam adalah rahmatan
lil’alamin bagi seluruh makhluk. Dalam kenyataan, prinsip keadilan yang tidak
diterapkan dalam bermuamalah menyebabkan kesenjangan yang luar biasa bagi
pemilik modal dengan pekerjanya, kaum kaya dengan kaum miskin dan penguasa
dengan rakyatnya. Ketidak adilan menyebabkan rahmat Allah SWT tidak lagi
bisa terbagi secara merata di muka bumi. Rahmat Allah SWT menjadi
terkotak-kotak. Ada sebagian menikmatinya dengan penuh kelimpahan tetapi di
lain sisi ada yang tidak mendapatkannya.
3.
Prinsip Persamaan
Dalam Al-qur’an surat ke 49 al-Hujurat ayat 13 :“Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
4.
Prinsip
Kemerdekaan dan Kebebasan
Dalam prinsip kebebasan ini menghendaki adanya agar dalam
melaksanakan muamalat tidak berdasarkan paksaan. Contoh : dalam penikahan tidak
adanya paksaan akan tetapi setiap orang berhak dan bebas memilih calon untuk
pasangan hidupnya.
5.
Prinsip Amar
Ma’ruf Nahi Munkar
Prinsip Amar Ma’ruf berarti hukum Islam digerakan untuk, dan
merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang di
kehendaki dan diridhai Allah. Sedangkan nahi munkar berarti fungsi sosial
controlnya. Salah satu contoh dari Amar Ma’ruf adalah menjalankan sholat lima waktu.
Sholat lima waktu adalah kewajiban umat manusia yang harus selalu dijalankan
setiap hari. Contoh dari Nahi Mungkar adalah minum–minuman keras. hukuman dari
orang yang minum-minuman keras adalah apabila orang itu sholat tidak akan
diterima selama 40 hari.
6.
Prinsip
Tolong Menolong
Prinsip tolong menolong dalam muamalat berarti bantu-membantu antar
sesama anggota masyarakat. Seperti adanya jual-beli, pinjam-meminjam ataupun
yang lainnya.
7.
Prinsip
Toleransi
Toleransi yang dikehendaki oleh Islam ialah toleransi yang menjamin
tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan umatnya. Hukum Islam mengharuskan umatnya
hidup rukun dan damai di muka bumi ini tanpa memandang ras, dan warna kulit.
8.
Prinsip Musyawarah
Musyawarah (syûrâ) adalah sebuah perkara krusial yang menjadi salah
satu pondasi bagi para rabbâniyyûn hingga hari ini, sebagaimana dulu musyawarah
juga menjadi salah satu prinsip yang selalu dijaga para "pewaris
bumi".
Di dalam Al-Qur`an, musyawarah menjadi indikator terpenting yang
menunjukkan kualitas keimanan pada suatu masyarakat serta menjadi karakter
utama yang melekat pada semua komunitas yang mempersembahkan hidup mereka demi
kejayaan agama Islam.
Sedangkan di dalam buku Muamalah Duniawiyah, prinsip muamalah dalam
mewujudkan kualitas keimanan yaitu :
a.
Setiap tindakan
muamalah harus dilaksanakan atas dasar prinsip tauhidullah, yaitu nilai-nilai
ilahiyah/nilai-nilai ketuhanan. prinsip tauhidullah ini juga berarti
keseimbangan lahir dan batin, serta dunia dan akhirat. Seluruh persoalan
duniawiyah yang dilakukan harus mempertimbangkan soal ukhrowiyah.
b.
Harus berdasarkan akhlakul karimah. Yaitu
melakukan muamalah harus mengedapankan nilai-nilai moral luhur, seperti yang
dicontohakan Rasullullah SAW yaitu shidiq, tabligh, amanah, fathanah, ridha,
rahma, dan ukhuwah.
c.
Harus bertujuan
untuk mewujudkan kemaslahatan bagi manusia untuk agama, jiwa, akal, keturunan,
dan harta.
d.
Harus halal dan
thayyib.
D.
Implementasi
Muamalah dalam Kehidupan Sehari-hari
Ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada manusia tidak hanya
mengenai ibadah kepada-Nya dengan selalu beramal kepada Allah SWT, menaati
perintah dan menjauhi larangan-Nya, tetapi juga beribadah dengan jalan beramal
baik kepada sesama manusia. Hal inilah yang selanjutnya kita kenal sebagai
muamalat atau muamalah. Istilah muamalah mengacu kepada suatu ibadah dengan
cara berbuat dan beramal baik sesama manusia lewat berbagai macam cara. Istilah
ini sangat berkaitan erat dengan hablum minannaas, yaitu menjaga hubungan baik
dengan sesama manusia.
Manusia ditetapkan oleh Allah SWT sebagai makhluk paling mulia dan
diutus ke muka Bumi sebagai pemimpin atau khalifah dan menjadi rahmatan lil
‘alamin, rahmat bagi alam semesta. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak
dapat hidup tanpa adanya manusia lainnya. Untuk itu, Allah telah menetapkan
amal-amal yang harus dikerjakan manusia untuk manusia lainnya, dan memang sudah
menjadi kodrat manusia untuk selalu berbuat dan berakhlak baik kepada dirinya
sendiri maupun manusia lainnya. Contoh muamalah sangat lekat dalam kehidupan
sehari-hari, bahkan pada saat kita menunaikan ibadah yang bersifat hablum
minallah, seperti shalat. Pada saat kita memulai ibadah shalat, melakukan
takbiratul ihram, kita melafadzkan takbir “Allahu Akbar”, Allah Maha Besar,
suatu ucapan yang mengagungkan dan membesarkan nama Allah SWT, sehingga hal ini
termasuk ibadah hablum minallah. Sedangkan ketika mengakhiri shalat kita
mengucapkan salam “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”, semoga kamu
selamat, rahmat, serta berkah Allah selalu menyertaimu. Ucapan ini dapat
diklasifikasikan sebagai ucapan ibadah kepada sesama manusia karena salam
tersebut ditujukan kepada sesama muslim.
Dalam rukun Islam juga terdapat ibadah zakat yang harus ditunaikan
oleh seluruh umat Muslim yang mampu. Ibadah ini Allah tetapkan sebagai wujud
keharusan kepada manusia agar memiliki kepedulian sosial terhadap manusia
lainnya. Selain itu, Islam juga mengenal sistem ekonomi yang berlandaskan
syariat Islam yang mengharamkan riba’ sehingga tidak membebani orang-orang yang
kurang mampu, sistem ekonomi ini dikenal dengan sebutan sistem ekonomi syariah
atau sistem ekonomi muamalah. Contoh-contoh memperlihatkan bahwa ibadah
muamalah tak dapat dilepaskan dan dipisahkan dari keseharian umat manusia. Secara
sosial, manusia-manusia sebagai anggota masyarakat akan memiliki peranan,
tugas, dan kewajibannya masing-masing bergantung kepada kapasitas anggota
masyarakat tersebut. Peranan perseorangan dalam mewujudkan kewajibannya di
dalam masyarakat merupakan cerminan amal ibadah seseorang terhadap masyarakat
atau manusia lainnya. Dengan kata lain, dengan menunaikan kewajibannya di
masyarakat, seseorang telah beribadahmuamalah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan selain ibadah.Menurut
fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat
dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli,
sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat
dan lain-lain.
Menurut Louis
Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan
urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain
sebagainya. Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah
peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti
perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi,
peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun
khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan
terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di
antara mereka.
B.
Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis masih banyak kekurangan dan
kesalahan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca guna memperbaiki dalam pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar