Konsep Dasar Muamalah Duniawiyah ** YULIZA



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna (komprehensif) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Salah satu ajaran yang sangat penting adalah bidang muamalah/ iqtishadiyah (Ekonomi Islam). Kitab-kitab Islam tentang muamalah (ekonomi Islam) sangat banyak dan berlimpah, Jumlahnya lebih dari seribuan judul buku. Para ulama tidak pernah mengabaikan kajian muamalah dalam kitab-kitab fikih mereka dan dalam halaqah (pengajian-pengajian) keislaman mereka. Seluruh Kitab Fiqh membahas fiqh ekonomi. Bahkan cukup banyak para ulama yang secara khusus membahas ekonomi Islam, seperti kitab Al-Amwal oleh Abu Ubaid, Kitab Al-Kharaj karangan Abu Yusuf, Al-Iktisab fi Rizqi al-Mustathab oleh Hasan Asy-Syaibani, Al-Hisbah oleh Ibnu Taymiyah, dan banyak lagi yang tersebar di buku-buku Ibnu Khaldun, Al-Maqrizi, Al-Ghazali, dan sebagainya.

Namun dalam waktu yang panjang, materi muamalah (ekonomi Islam) cenderung diabaikan kaum muslimin, padahal ajaran muamalah bagian penting dari ajaran Islam. Akibatnya terjadilah kajian Islam parsial (sepotong-potong). Padahal orang-orang beriman diperintahkan untuk memasuki Islam secara kaffah (menyeluruh).

”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh (kaffah) . Jangan ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. ( QS. Al-Baqara 208). Akibat lainnya, ialah umat Islam tertinggal dalam ekonomi dan banyak kaum muslimin yang melanggar prinsip ekonomi Islam dalam mencari nafkah hidupnya, seperti riba, maysir,gharar, haram, batil dan sebagainya.




B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan muamalah duniawiyah?
2.    Apa yang menjadi ruang lingkup dalam muamalah?
3.    Apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dalam muamalah?
4.    Bagaimana Implementasi muamalah dalam kehidupan sehari-hari?

C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui konsep dasar dari muamalah duniawiyah
2.      Untuk mengetahui ruang lingkup dalam muamalah
3.      Untuk mengatahui prinsip-prinsip dalam muamalah
4.      Untuk mengetahui bagaimana implementasi muamalah dalam kehidupan sehari-hari


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsep Dasar Muamalah Duniawiyah
Secara Etiomologi Muamalah berasal dari kata (العمل) yang merupakan istilah yang digunakan untuk mengungkapkan semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. Muamalah mengikuti pola (مُفَاعَلَة) yang bermakna bergaul (التَّعَامُل).
Secara Terminologi Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan selain ibadah. Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain.

Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.

Ibadah wajib berpedoman pada sumber ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yaitu harus ada contoh (tatacara dan praktek) dari Nabi Muhammad SAW. Konsep ibadah ini berdasarkan kepada mamnu’ (dilarang atas haram). Ibadah ini antara lain meliputi shalat, zakat, puasa, dan haji. Sedangkan masalah mu’amalah (hubungan kita dengan sesame manusia dan lingkungan), masalah-masalah dunia, seperti makan dan minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, berlandaskan pada prinsip “boleh” (jaiz) selama tidak ada larangan yang tegas dari Allah dan Rasul-Nya. Berkaitan dengan hal di atas (mu’amalah), Nabi Muhammad SAW mengatakan:“Bila dalam urusan agama (aqidah dan ibadah) Anda contohlah saya. Tapi, dalam urusan dunia Anda, (teknis mu’amalah), Anda lebih tahu tentang dunia Anda.”

Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau contoh tatacara, atau aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Apabila hal itu tidak ada, maka tindakan yang kita lakukan dalam ibadah itu akan jatuh kepada bid’ah, dan setiap perbuatan bid’ah adalah dhalalah (sesat). Sebaliknya dalam mu’amalah yang harus dan penting untuk diketahui adalah apakah ada larangan tegas dari Allah dan Rasul-Nya, karena apabila tidak ada, hal tersebut boleh saja dilakukan.
Dalam hal ini, Dr. Kaelany juga menjelaskan adanya dua prinsip yang perlu kita perhatikan, yaitu:
Pertama: Manusia dilarang “menciptakan agama, termasuk system ibadah dan tata caranya, karena masalah agama dan ibadah adalah hak mutlak Allah dan para Rasul-Nya yang ditugasi menyampaikan agama itu kepada masyarakat. Maka menciptakan agama dan ibadah adalah bid’ah. Sedang setiap bid’ah adalah sesat.
Kedua: Adanya kebebasan dasar dalam menempuh hidup ini, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan masalah mu’amalah, seperti pergaulan hidup dan kehidupan dalam masyarakat dan lingkungan, yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia (Bani Adam) dengan batasan atau larangan tertentu yang harus dijaga. Sebaliknya melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya adalah bid’ah.

Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip di atas. Ibadah tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita karena semua ketentuan dan aturan telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, serta contoh dan tatacaranya telah diajarkan oleh Rasulullah SAW semasa hidupnya. Melakukan sesuatu dalam ibadah, yang tidak ada disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah berarti melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah SWT, dan ini sungguh merupakan perbuatan yang sesat. Namun dalam beberapa hal, tentu ada hal yang harus diperhatikan sesuai dengan perkembangan zaman. Di sini lah implikasi dari mu’amaah itu sendiri. Selama tidak ada larangan secara tegas di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu boleh dilakukan. Hal ini telah diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah ditulis di atas. Sebagai contoh adalah dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman hidupnya Rasulullah, masyarakat yang mengadakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain menggunakan binatang Unta sebagai kendaraan. Akan tetapi hal itu tidak mungkin sama dalam kehidupan zaman modern ini. Dan karenanya, menggunakan kendaraan bermotor diperbolehkan karena tidak ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya (tidak tertera larangan yang tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah). Syariat Islam adalah ajaran islam yang membicarakanamal manusia baik sebagai mahluk ciptaan Allah maupun hamba Allah.

Terkait dengan susunan tertib Syari’at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkanAllah.

Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang ataupun jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul karena manusia menginginkan sesuatu yang tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan fitrahnya manusia harus berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka.

Bekerja sama dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu pihak dapat menjadi pemberi pembiayaan dimana atas manfaat yang diperoleh yang timbul dari pembiayaan tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Kerjasama ini dapat berupa pembiayaan usaha 100% melalui akad mudharaba maupun pembiayaan usaha bersama melalui akad musyaraka. Kerjasama dalam perdagangan, di mana untuk meningkatkan perdagangan dapat diberikan fasilitas-fasilitas tertentu dalam pembayaran maupun penyerahan obyek. Karena pihak yang mendapat fasilitas akan memperoleh manfaat, maka pihak pemberi fasilitas berhak untuk mendapatjan bagi hasil (keuntungan) yang dapat berbentuk harga yang berbeda dengan harga tunai. Kerja sama dalam penyewaan asset dimana obyek transaksi adalah manfaat dari penggunaan asset. Kegiatan hubungan manusia dengan manusia (muamalah) dalam bidang ekonomi menurut Syariah harus memenuhi rukun dan syarat tertentu. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dan menjadi dasar terjadinya sesuatu, yang secara bersama-sama akan mengakibatkan keabsahan. Rukun transaksi ekonomi Syariah adalah:
1.    Adanya pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan pembeli, penyewa dan pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima jasa..
2.    Adanya barang (maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek transaksi.
3.    Adanya kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan menyerahkan (ijab) bersama dengan kesepakatan menerima (kabul).

Disamping itu harus pula dipenuhi syarat atau segala sesuatu yang keberadaannya menjadi pelengkap dari rukun yang bersangkutan. Contohnya syarat pihak yang melakukan transaksi adalah cakap hukum, syarat obyek transaksi adalah spesifik atau tertentu, jelas sifat-sifatnya, jelas ukurannya, bermanfaat dan jelas nilainya.

Obyek transaksi menurut Syariah dapat meliputi barang (maal) atau jasa, bahkan jasa dapat juga termasuk jasa dari pemanfaatan binatang. Pada prinsipnya objek transaksi dapat dibedakan kedalam:
1.    obyek yang sudah pasti (ayn), yaitu obyek yang sudah jelas keberadaannya atau segera dapat diperoleh manfaatnya.
2.    obyek yang masih merupakan kewajiban (dayn), yaitu obyek yang timbul akibat suatu transaksi yang tidak tunai.
  
Secara garis besar aqad dalam fiqih muamalah adalah sebagai berikut :
a.    Aqad Mudharaba
Ikatan atau aqad Mudharaba pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran berupa hubungan kerjasama antara Pemilik usaha dengan pemilik harta.
b.    Aqad Musyarakah
Ikatan atau aqad Musyaraka pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran antara para pihak yang bersama-sama menjadi pemilik usaha.
c.    Aqad Perdagangan
Aqad Fasilitas Perdagangan, perjanjian pertukaran yang bersifat keuangan atas suatu transaksi jual-beli dimana salah satu pihak memberikan fasilitas penundaan pembayaran atau penyerahan obyek sehingga pembayaran atau penyerahan tersebut tidak dilakukan secara tunai atau seketika pada saat transaksi.
d.   Aqad Ijarah
Aqad Ijara, adalah aqad pemberian hak untuk memanfaatkan Obyek melalui penguasaan sementara atau peminjaman Obyek dgn Manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik Obyek. Ijara mirip dengan leasing namun tidak sepenuhnya sama dengan leasing, karena Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan

B.  Ruang Lingkup Muamalah
Ruang Lingkup Muamalah untuk memudahkan memahami secara spesifik, maka terlebih dahulu akan dibahas dua jenis muamalah:
a)    Al-Muamalah Al-Adabiyah
Yaitu muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda yang bersumber dari panca indera manusia, yang unsur penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban. seperti jujur, hasud, dengki, dendam, dan lain sebagainya.

b)   Al-Muamalah Al-Madiyah
Yaitu muamalah yang mengkaji bagaimana cara tukar menukar benda. Dengan kata lain, Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah aturan-aturan syara’ yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat, ditinjau dari segi subjeknya, yaitu mukallaf/manusia. Hal ini mengacu kepada bagaimana seseorang dalam melakukan akad atau ijab qabul. Apakah dengan rela sama rela (‘an taradlin minkum) atau terpaksa, ada unsur dusta dan sebagainya. Pembagian atau pembedaan tersebut ada pada dataran teoritis saja, karena dalam prakteknya antara keduanya tidak dapat dipisahkan.

Abdul Wahab Khalaf merinci Fiqih muamalah ini sesuai dengan aspek dan tujuan masing-masing sebagai berikut :
1.    Hukum Kekeluargaan (ahwal Al-Syakhsiyah) yaitu hokum yang berkaitan dengan urusan keluarga dan pembentukannya yang bertujuan mengatur hubungan suami isteri dan keluarga satu dengan lainnya. Ayat Al-Qur’an yang membahas tentang hal ini terdapat 70 ayat.
2.    Hukum Sipil (civic/Al-Ahkam Al-Madaniyah) yang mengatur hubungan individu-individu serta bentuk-bentuk hubungannya seperti : jual beli, sewa-menyewa, utang piutang, dan lain-lain, agar tercipta hubungan yang harmonis didalam masyarakat. Ayat Al-Qur’an mengaturnya dalam 70 ayat.
3.    Hukum Pidana (Al-Ahkam Al-Jinaiyah) yaitu hukum yang mengatur tentang bentuk kejahatan atau pelanggaran dan ketentuan sanksi hukumannya. Tujuannya untuk memelihara kehidupan manusia, harta, kehormatan, hak serta membatasi hubungan pelaku perbuatan pidana dan masyarakat. Ketentuan ini diatur dalam 30 ayat Al-Qur’an.
4.    Hukum Acara (Al-Ahkam Al-Murafaat) yaitu hukum yang mengatur tata cara mempertahankan hak, dan atau memutuskan siapa yang terbukti bersalah sesuai dengan ketentuan hukum. Hukum ini mengatur cara beracara dilembaga peradilan, tujuannya untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Ayat Al-Qur’an yang mengatur masalah ini ada 13 ayat.
5.    Hukum Ketatanegaraan (Al-Ahkam Al-Dusturiyah) berkenaan dengan sistem hukum yang bertujuan mengatur hubungan antara penguasa (pemerintah) dengan yang dikuasai atau rakyatnya, hak-hak dan kewajiban individu dan masyarakat yang diatur dalam 10 ayat Al-Qur’an.
6.    Hukum Internasional (Al-Ahkam Al-Duwaliyah) mengatur hubungan antar negara Islam dengan negara lainnya dan hubungan warga muslim dengan nonmuslim, baik dalam masa damai, atau dalam masa perang. Al-Qur’an mengaturnya dalam 25 ayat.
7.    Hukum Ekonomi (Al-Ahkam Al-Iqtisadiyah wa Al-Maliyah). Hukum ini mengatur hak-hak seorang pekerja dan orang yang mempekerjakannya, dan mengatur sumber keuangan negara dan pendistribusiannya bagi kepentingan kesejahteraan rakyatnya. Diatur dalam Al-Qur’an sebanyak 10 ayat. 

Sedangkan beberapa hal yang termasuk ke dalam ruang lingkup muamalah yang bersifat Al-Madiyah adalah sebagai berikut :
1.    Jual-beli ( Al-Bai’ Al-Tijarah )
Jual-beli merupakan tindakan atau transaksi yang telah di syari’atkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam.
2.    Gadai ( Al-Rahn )
Definisi Al-rahn menurut istilah yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syar’a untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagian utang dari benda itu.
3.    Jaminan dan tanggungan ( Kafalan dan Dhaman )
Dalam fiqh, kafalah diartikan menanggung atau penanggungan terhadap sesuatu, yaitu akad yang mengandung perjanjian dari seseorang di mana padanya ada hak yang wajib dipenuhi terhadap orang lain, dan berserikat bersama orang lain itu dalam hal tanggung jawab terhadap hak tersebut dalam menghadapi penagih (utang).

4.    Pemindahan hutang ( Hiwalah )
Hiwalah (ﺍﻟﺤﻭﻟﻪ) berarti pengalihan, pemindahan, berubah kulit dan memikul sesuatu diatas pundah.Pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama) kepada pihak kedua untuk menuntut pembayaran hutang dari atau membayar hutang kepada pihak ketiga. Karena pihak ketiga berhutang kepada pihak pertama. Baik pemindahan (pengalihan) itu dimaksudkan sebagai ganti pembayaran maupun tidak.
5.    Jatuh bangkrut ( At Taflis )
At Taflis adalah seseorang yang mempunyai hutang, seluruh kekayaannya habis hingga tidak tersisa untuk membayar hutang.
6.    Perseroan atau perkongsian ( al-Syirkah )
Syirkah (Perseroan) dibangun atas prinsip perwakilan (wakalah) dan kepercayaan (amanah), karena masing-masing pihak yang telah menanamkan modalnya dalam bentuk saham kepada perseroan, berarti telah memberikan kepercayaan kepada perseroan untuk mengelola saham tersebut.
7.    Masalah-masalah seperti bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah-masalah baru lainnya.

C.  Prinsip-Prinsip Muamalah  dalam Mewujudkan Kualitas Keimanan
Secara  etimologi  (tata  bahasa)  prinsip  adalah  dasar,  permulaan,  aturan
pokok.  Juhaya S. Praja memberikan pengertian prinsip  sebagai berikut:
permulaan, tempat pemberangkatan, titik tolak, atau al-mabda. 
Dalam mewujudkan kualitas keimanan ada beberapa prinsip untuk mewujudkannya, yaitu :
1.    Prinsip Tauhid
Ibnu Al-Utsaimin Rahimahullah memaparkan bahwa kata “tauhid”, secara bahasa, adalah kata benda (nomina) yang berasal dari perubahan kata kerja wahhada–yuwahhidu, yang bermakna ‘menunggalkan sesuatu’. Sedangkan berdasarkan pengertian syariat, “tauhid” bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Tauhid terbagi menjadi tiga macam:
§  Tauhid rububiyah.
Artinya, mengesakan Allah SWT dalam hal perbuatan-Nya, seperti: mencipta, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan, mendatangkan bahaya, memberi manfaat, dan perbuatan lain yang merupakan perbuatan-perbuatan khusus Allah subhanahu wa ta’ala.
§  Tauhid uluhiyah.
Artinya, mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam jenis-jenis peribadahan yang telah disyariatkan, seperti: salat, puasa, zakat, haji, doa, nazar, menyembelih, rasa harap, cemas, dan takut.
§  Tauhid asma’ wa shifat
Yaitu, menetapkan nama-nama dan sifat-sifat untuk Allah SWT, sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya maupun yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW, serta meniadakan kekurangan-kekurangan dan aib-aib yang ditiadakan oleh Allah terhadap diri-Nya, dan segala yang ditiadakan oleh Rasulullah SAW.
2.    Prinsip keadilan
Adil adalah salah satu prinsip dalam muamalah Islam. Prinsip keadilan menjadi dasar dari muamalah dalam Islam karena Islam adalah rahmatan lil’alamin bagi seluruh makhluk. Dalam kenyataan, prinsip keadilan yang tidak diterapkan dalam bermuamalah menyebabkan kesenjangan yang luar biasa bagi pemilik modal dengan pekerjanya, kaum kaya dengan kaum miskin dan penguasa dengan rakyatnya.  Ketidak adilan menyebabkan rahmat Allah SWT tidak lagi bisa terbagi secara merata di muka bumi. Rahmat Allah SWT menjadi terkotak-kotak. Ada sebagian menikmatinya dengan penuh kelimpahan tetapi di lain sisi ada yang tidak mendapatkannya.
3.     Prinsip Persamaan
Dalam Al-qur’an surat ke 49 al-Hujurat ayat 13 :“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
4.    Prinsip Kemerdekaan dan Kebebasan
Dalam prinsip kebebasan ini menghendaki adanya agar dalam melaksanakan muamalat tidak berdasarkan paksaan. Contoh : dalam penikahan tidak adanya paksaan akan tetapi setiap orang berhak dan bebas memilih calon untuk pasangan hidupnya.
5.    Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Prinsip Amar Ma’ruf berarti hukum Islam digerakan untuk, dan merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang di kehendaki dan diridhai Allah. Sedangkan nahi munkar berarti fungsi sosial controlnya. Salah satu contoh dari Amar Ma’ruf adalah menjalankan sholat lima waktu. Sholat lima waktu adalah kewajiban umat manusia yang harus selalu dijalankan setiap hari. Contoh dari Nahi Mungkar adalah minum–minuman keras. hukuman dari orang yang minum-minuman keras adalah apabila orang itu sholat tidak akan diterima selama 40 hari.
6.     Prinsip Tolong Menolong
Prinsip tolong menolong dalam muamalat berarti bantu-membantu antar sesama anggota masyarakat. Seperti adanya jual-beli, pinjam-meminjam ataupun yang lainnya.
7.    Prinsip Toleransi
Toleransi yang dikehendaki oleh Islam ialah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan umatnya. Hukum Islam mengharuskan umatnya hidup rukun dan damai di muka bumi ini tanpa memandang ras, dan warna kulit.
8.     Prinsip Musyawarah
Musyawarah (syûrâ) adalah sebuah perkara krusial yang menjadi salah satu pondasi bagi para rabbâniyyûn hingga hari ini, sebagaimana dulu musyawarah juga menjadi salah satu prinsip yang selalu dijaga para "pewaris bumi".
Di dalam Al-Qur`an, musyawarah menjadi indikator terpenting yang menunjukkan kualitas keimanan pada suatu masyarakat serta menjadi karakter utama yang melekat pada semua komunitas yang mempersembahkan hidup mereka demi kejayaan agama Islam.

Sedangkan di dalam buku Muamalah Duniawiyah, prinsip muamalah dalam mewujudkan kualitas keimanan yaitu :
a.    Setiap tindakan muamalah harus dilaksanakan atas dasar prinsip tauhidullah, yaitu nilai-nilai ilahiyah/nilai-nilai ketuhanan. prinsip tauhidullah ini juga berarti keseimbangan lahir dan batin, serta dunia dan akhirat. Seluruh persoalan duniawiyah yang dilakukan harus mempertimbangkan soal ukhrowiyah.
b.     Harus berdasarkan akhlakul karimah. Yaitu melakukan muamalah harus mengedapankan nilai-nilai moral luhur, seperti yang dicontohakan Rasullullah SAW yaitu shidiq, tabligh, amanah, fathanah, ridha, rahma, dan ukhuwah.
c.    Harus bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi manusia untuk agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
d.   Harus halal dan thayyib. 

D.  Implementasi Muamalah dalam Kehidupan Sehari-hari
Ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada manusia tidak hanya mengenai ibadah kepada-Nya dengan selalu beramal kepada Allah SWT, menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya, tetapi juga beribadah dengan jalan beramal baik kepada sesama manusia. Hal inilah yang selanjutnya kita kenal sebagai muamalat atau muamalah. Istilah muamalah mengacu kepada suatu ibadah dengan cara berbuat dan beramal baik sesama manusia lewat berbagai macam cara. Istilah ini sangat berkaitan erat dengan hablum minannaas, yaitu menjaga hubungan baik dengan sesama manusia.   

Manusia ditetapkan oleh Allah SWT sebagai makhluk paling mulia dan diutus ke muka Bumi sebagai pemimpin atau khalifah dan menjadi rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi alam semesta. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya manusia lainnya. Untuk itu, Allah telah menetapkan amal-amal yang harus dikerjakan manusia untuk manusia lainnya, dan memang sudah menjadi kodrat manusia untuk selalu berbuat dan berakhlak baik kepada dirinya sendiri maupun manusia lainnya. Contoh muamalah sangat lekat dalam kehidupan sehari-hari, bahkan pada saat kita menunaikan ibadah yang bersifat hablum minallah, seperti shalat. Pada saat kita memulai ibadah shalat, melakukan takbiratul ihram, kita melafadzkan takbir “Allahu Akbar”, Allah Maha Besar, suatu ucapan yang mengagungkan dan membesarkan nama Allah SWT, sehingga hal ini termasuk ibadah hablum minallah. Sedangkan ketika mengakhiri shalat kita mengucapkan salam “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”, semoga kamu selamat, rahmat, serta berkah Allah selalu menyertaimu. Ucapan ini dapat diklasifikasikan sebagai ucapan ibadah kepada sesama manusia karena salam tersebut ditujukan kepada sesama muslim.

Dalam rukun Islam juga terdapat ibadah zakat yang harus ditunaikan oleh seluruh umat Muslim yang mampu. Ibadah ini Allah tetapkan sebagai wujud keharusan kepada manusia agar memiliki kepedulian sosial terhadap manusia lainnya. Selain itu, Islam juga mengenal sistem ekonomi yang berlandaskan syariat Islam yang mengharamkan riba’ sehingga tidak membebani orang-orang yang kurang mampu, sistem ekonomi ini dikenal dengan sebutan sistem ekonomi syariah atau sistem ekonomi muamalah. Contoh-contoh memperlihatkan bahwa ibadah muamalah tak dapat dilepaskan dan dipisahkan dari keseharian umat manusia. Secara sosial, manusia-manusia sebagai anggota masyarakat akan memiliki peranan, tugas, dan kewajibannya masing-masing bergantung kepada kapasitas anggota masyarakat tersebut. Peranan perseorangan dalam mewujudkan kewajibannya di dalam masyarakat merupakan cerminan amal ibadah seseorang terhadap masyarakat atau manusia lainnya. Dengan kata lain, dengan menunaikan kewajibannya di masyarakat, seseorang telah beribadahmuamalah.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan selain ibadah.Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain.

Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis masih banyak kekurangan dan kesalahan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna memperbaiki dalam pembuatan makalah selanjutnya.







DAFTAR PUSTAKA






Komentar

Postingan Populer