PERKEMBANGAN SUPERVISI
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya
sehingga para penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan Supervisi”. Makalah
ini disusun dengan tujuan memenuhi tugas Mata Kuliah Supervisi dan Evaluasi
Pendidikan pada Prodi Administrasi Pendidikan Program Pasca Sarjana di
Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung.
Supervisi
dan Evaluasi Pendidikan merupakan mata kuliah wajib yang bermanfaat untuk bagi mahasiswa untuk lebih banyak mengetahui
tentang perkembangan supervisi. Mata kuliah ini merupakan kelompok mata kuliah bidang
administrasi pendidikan yang wajib
untuk diikuti oleh mahasiswa dalam memilih bidang keahliannya.
Salah satu materi pokok
mata kuliah ini yaitu mengenai perkembangan supervise yang akan kami jabarkan
dalam bentuk makalah. Dengan makalah ini diharapkan kami dapat memiliki wawasan
yang komprehensif dan sistematik tentang perkembangan supervisi yang
dilaksanakan dalam organisasi Pemerintahan Negeri (Instansi/Sekolah) dan
Organisasi Pendidikan Swasta khususnya perkembangan supervisi yang dapat kami
aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam dunia pendidikan.
Dalam kesempatan ini,
penyusun mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Juhri AM, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Supervisi dan Evaluasi Kurikulum dan rekan-rekan kelompok
6 yang telah bekerjasama dalam penyelesaian makalah ini hingga makalah ini
selesai tepat waktu.
Sebagai penyusun kami
merasa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu kami berharap kritik dan saran
yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah-makalah
berikutnya.
.......................,
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL.............................................................................................. i
IDENTITAS
PENYUSUN .................................................................................... ii
KATA
PENGANTAR............................................................................................ iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB. I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah ................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan
Makalah ............................................................................. 1
BAB II.
KAJIAN TEORITIS
A.
Pengertian
Supervisi Pendidikan ................................................................... 2
B.
Sejarah
Perkembangan Supervisi.................................................................... 2
1. Supervisi pada masa-masa awal…........................................................... 2
2. Supervisi pada abad 18…….................................................................... 4
3. Supervisi pada abad 19............................................................................ 5
4. Supervisi Ilmiah........................................................................................ 6
5. Supervisi Manusiawi................................................................................ 9
6. Supervisi pada zaman sekarang................................................................ 10
7. Supervisi pada masa yang akan datang.................................................... 11
BAB III.
PENUTUP
A.
Simpulan ........................................................................................................ 12
B.
Saran .............................................................................................................. 12
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MAKALAH
Supervisi memiliki kedudukan sentral
dalam upaya pembinaan dan pengembangan kegiatan kerja sama dalam suatu
organisasi. Lembaga pendidikan sebagai salah satu bentuk organisasi tentunya
tidak dapat melepaskan diri dari kegiatan supervisi. Di lingkungan lembaga
pendidikan tersebut terlibat sejumlah manusia yang bekerja sama dalam mencapai
suatu tujuan.
Usaha penilaian, pembinaan,
pengembangan, dan pengendalian lembaga pendidikan tersebut tentunya tidak dapat
dilepaskan dari masalah metode dan alat serta masalah manusianya itu sendiri
yang harus mampu mewujudkan kerja secara efektif. Oleh karena itu, didalam
usaha penilaian, pembinaan, pengembangan dan pengendalian lembaga pendidikan
tersebut sangat diperlukan penerapan supervisi pendidikan.
Supervisi pendidikan memiliki sejarah
yang panjang, supervise pendidikan itu sebenarnya telah ada sejak adanya manusia,
biarpun dalam tataran dan tingkatan sederhana saja. Mula-mula supervisi
pendidikan mengacu pada pekerjaan pengawasan, meskipun pada akhirnya bermuara
pada bantuan professional. Dalam konteks sekolah sebagai sebuah organisasi
pendidikan, supervisi merupakan bagaian dari proses administrasi. Kegiatan
supervisi melengkapi fungsi-fungsi administrasi yang ada di sekolah sebagai
fungsi terakhir, yaitu penilaian terhadap semua kegiatan dalam mencapai tujuan.
Supervise mempunyai peran mengoptimalkan tanggung jawab dari semua program.
B.
RUMUSAN MAKALAH
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian
supervisi?
2. Bagaimana sejarah perkembangan
supervisi?
C.
TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Tujuan penulisan pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian
supervisi.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan
supervisi.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A.
Pengertian Supervisi Pendidikan
Istilah Supervisi pendidikan dibangun
dari dua kata: supervisi dan pendidikan. Dalam uraian-uraian berikut hanya
isilah supervisi yang lebih banyak diperbicarakan dari pendidikan, karena
istilah pendidikan (education) lebih
lengkap telah dikupas habis dalam mata kuliah dasar-dasar kependidikan.
Supervise adalah istilah yang relative baru dikenal di dunia pendidikan di
Indonesia (lihat sejarah supervisi), karena itu perlu uraian secara lengkap
tentang pengertiannya, yang akan dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu dari
sudut etimologis, morfologis, dan semantic.
Secara etimologis, kata supervisi
berasal dari bahasa inggris, yaitu Supervision,
artinya pengawasan (Echois, 1983: 569). Oteng (1983: 222) mengatakan bahwa
penggunaan istilah supervisi sering diartikan sama dengan directing atau pengarahan. Sementara Suharsimi (1988: 152)
mengatakan bahwa memang sejak dulu banyak orang menggunakan istilah pengawasan,
pemeriksaan untuk istilah supervisi, demikian pula pada zaman Belanda orang
mengenal istilah inspeksi.
Secara morfologi, kata supervisi terdiri atas dua kata, super dan visi (super dan vision). Menurut Ametembun (1981: 1) super berarti atas atau lebih, sedangkan visi berarti lihat, tilik dan awasi. Jadi supervise berarti melihat, menilik dan mengawasi dari atas; atau sekaligus menunjukan bahwa orang yang melaksanakan supervisi berada lebih tinggi dari orang yang dilihat, ditilik dan diawasi.
B.
Sejarah Perkembangan Supervisi
1.
Supervisi pada masa-masa awal
Proses pendidikan di dunia ini sudah
lama berlangsung. Sebenarnya pendidikan itu sudah ada sejak manusia itu ada.
Pada zaman Yunani kuno sistem pendidikan yang sifatnya sistematis seperti
sekarang belum ada, yang ada ialah pendidikan yang bersifat individual.
Nampaknya inisiatif untuk belajar timbul dari individu-individu yang ingin
mengetahui sesuatu. Satu-satunya materi yang dibutuhkan untuk dipelajari adalah
pelajaran untuk menulis ini yang terjadi sekitar 500 tahun sebelum masehi.
Kemudian pada tahun 400 sampai 350 tahun sebelum Masehi materi pelajaran di
tambah dengan belajar membaca. Jadi yang dipelajari pada waktu itu adalah
membaca dan menulis. yang mengajar bukanlah guru-guru, melaikan tutor, yang
menuntut keterampilan untuk melatih para siswa untuk menulis dan membaca.
Pendidikan mendapat perhatian yang
sangat penting ialah pada zaman Sparta. Pemerintah pada waktu itu sudah
menyadari akan pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa dan negara.
Pendidikan bertugas mengembangkan, mempertahankan, dan melindungi Negara.
Menyadari akan pentingnya pendidikan timbullah supervisor yang disebut
Paidonomous. Guru dan tutor tidak ada. Yang melatih para siswa ialah para
supervisor itu dengan hak kontrol yang absolut.
Pada zaman Athena pendidikan lebih
maju dan lebih dihargai dari pada zaman-zaman sebelumnya. Perhatian dicurahkan
pada pengembangan profesi dan spesialis. Terjadilah pertemuan-pertemuan guru
dengan siswa untuk mendiskusikan sesuatu, pemikiran-pemikiran filsafat pun
muncul. Ahli-ahli pikir yang terkenal pada zaman itu ialah Socrates, Plato, dan
Aristoteles. Kerajaan Romawi mewarisi kebudayaan Yunani yakni kesenian, ilmu,
dan pendidikan maju dengan pesat. Sekitar tahun 140 sebelum Masehi didirikan
sekolah Grammar yang mempelajari bahasa latin. Grammar dipandang mampu atau
sebagai alat yang ampuh untuk meningkatkan daya pikir dan logika para siswa.
Begitu pula pada zaman ini perbaikan-perbaikan pengajaran dan
kurikulum sudah dimulai.
Pada zaman pertengahan disamping
sekolah Grammar dan Sekolah Catechimus (agama) didirikan pula Sekolah Membaca
dan menulis tingkat dasar. Nampaknya ada usaha dari pemerintah untuk memperluas
kesempatan belajar bagi masyarakat umum. Pada zaman ini supervisi diberikan
kepada sekolah-sekolah sebagai lembaga pendidikan dan guru-guru sebagai
pelaksanaan pendidikan. Ada dua macam supervisi pada zaman pertengahan, yaitu
supervisi dari pihak negara dan supervisi dari pihak agama. Supervisi dari
pihak negara bertujuan membina sekolah beserta aktivitas-aktivitasnya agar
sejalan dengan keinginan dan garis yang di berikan oleh negara. Sedangkan
supervisi dari pihak agama yang bertugas dari kalangan agama berkewajiban
membina atau mengawasi materi pendidikan agama dan moral. Kedua macam supervisi
ini tidak banyak memperhatikan kualitas pengajaran dan kondisi pendidikan.
Supervisi pendidikan pada zaman revolusi kaum protestan sekitar tahun 1600 mempunyai tujuan tersendiri sesuai dengan kondisi pada waktu itu. Para Supervisor diberi tugas oleh para pengelolah pendidikan untuk membantu mencetak ahli-ahli yang sanggup mengadakan pertentangan suci kepada para filosuf dan ahli teologi Katolik. Sejalan dengan perkembangan supervisi pendidikan di Negara-negara Eropa, di Amerika Serikat pun mengalami perkembangannya yang lamban. Pada abad-17 mula-mula banyak pengusaha kota yang menolak kehadiran supervisor. Rupanya sekolah-sekolah tidak mau dicampuri oleh orang luar, mereka takut kalau otoritasnya berkurang, tetapi kemudian kapala-kepala sekolah itu mau menerima mereka dengan catatan nama supervisor diganti dengan guru super. Dengan nama baru ini mungkin dimaksudkan agar guru-guru super ini tetap berada di bawah hirarki kepala sekolah. Perkembangan selanjutnya ialah hanya kepala-kepala sekolah yang sudah senior/professional saja yang diberi tanggung jawab untuk melaksanakan supervisi. Tetapi dengan besarnya pendirian sekolah-sekolah baru pada abad ke-19, para supervisor dan kepala sekolah yang senior/professional ini tidak dapat melakukan tugas terhadap begitu banyak sekolah. Akhirnya supervisi diserahkan kepada kepala-kepala sekolah namun tugas utama mereka tetap mengurusi ketatausahaan dan menegakan disiplin, sedangkan supervisi adalah sebagai tugas terakhir.
2.
Supervisi pada Abad ke 18
Supervisi pada abad ke-18 dilakukan
oleh panitia kantor atau panitia sekolah atau anggota-anggota badan pendidikan.
Mereka ini diangkat karena kemahiran-kemahiranya akan metode-metode mengajar.
Pada waktu-waktu tertentu mereka datang berkunjung ke sekolah untuk melihat
guru-guru mengajar. Mereka melakukan inspeksi ke sekolah-sekolah, karena itu
muncul istilah inspektur bagi mereka. Tugas mereka adalah untuk megetahui
sampai di mana kepandaian guru-guru itu mengajar, bukan memperbaiki
kekeliruan-kekeliruan yang dibuat oleh para guru.
Namun para supervisor ini hanya
merupakan alat pencatat saja bagi kepentingan atasannya, mereka hanya menulis
apakah guru-guru itu sudah bekerja dengan benar atau masih salah. Hal itu mudah
dikerjakan sebab apa yang patut dilakukan guru sudah ditentukan sejak awal.
Setiap sekolah sudah mempunyai aturan-aturan dan standar yang harus dilakukan.
Tugas supervisor adalah mengontrol sekolah apakah sekolah itu sudah
melaksanakan aturan dan standar itu atau belum. Bila ternyata guru melakukan
kekeliruan, supervisor hanya mengeritik dan menegur saja, tidak menunjukan
bagaimana memperbaiki diri. Nampaknya kreatif guru juga kurang dihargai
dan diperhatikan.
Kontrol pendidikan seperti ini juga dirasakan di Indonesia di abad itu. para guru umumnya merasa takut bila didatangi supervisor yang lebih dikenal sebagai kontroler. Mereka sering datang tiba-tiba, dengan tidak memberitahukan terlebih dahulu. Mereka yang sebagian besar terdiri dari penjajah bangsa Belanda secara penampilan sudah menakutkan. Kontrol seperti ini dapat membuat sekolah berdisiplin tinggi, tetapi kreativitas guru-guru atau sekolah cenderung mati. Yang melakukan supervisi di Amerika Serikat ialah kebanyakan orang-orang yang menjadi anggota organisasi pendidikan atau orang-orang yang cinta akan pendidikan, mereka itu terdiri dari para pendeta, pengawas sekolah, para wali siswa, orang-orang pilihan, warga negara tertentu dan anggota panitia. Tugas mereka melakukan inspeksi ke sekolah-sekolah dengan perhatian utama ditujukan kepada efektivitas pengajaran yaitu: menulis, membaca dan menghitung. Sebagai pecinta pendidikan bukan ahli mendidik, mereka diragukan apakah dapat memperbaiki pengajaran atau tidak.
3.
Supervisi pada abad ke-19
Pada abad ke-19 kedudukan Pengawas
sekolah sudah meningkat. Mereka secara resmi dikatakan supervisor sekolah.
mereka pada umumnya adalah para pegawai kantor pengawas pendidikan yang di
Indonesia dapat disamakan dengan Kantor Perwakilan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, baik di tingkat Provinsi, Kabupaten maupun Kecamatan. Hal ini
disebabkan karena mereka kini sudah berkembang menjadi orang-orang
professional. Dengan demikian supervisi pada abad ke-19 sudah bersifat
professional.
Tugas para supervisor pada abad ini
tidak lagi hanya mengontrol dan mencatat kesalahan guru, tidak lagi bersifat
otokrasi, melainkan berangsur-angsur memperhatikan individualitas guru,
kewajiban supervisor semakin meluas. Kini tugas mereka adalah memperbaiki
proses pendidikan, menunjukkan kepada guru bagaimana mengajar dengan baik,
membimbing guru serta memberikan kesempatan mengeluarkan pendapat dan
berdiskusi. Guru-guru yang memiliki kemampuan kurang dan guru-guru yang baru
selesai study dibantu lewat penataran . Dalam hal ini supervisor bertindak
sebagai penyelenggara, sedangkan menatar dilakukan oleh orang-orang yang lebih
ahli (spesialis-spesialis). Sifat penataran sebagian besar ditekankan kepada
memberikan contoh-contoh nyata sebagai guru dengan aktivitas-aktivitasnya yang
baik (Lucio, 1979, 4-5). Para penatar akan dicontoh kepribadiannya, cara
membawa diri dalam proses belajar mengajar, caranya mengajar, membimbing para
siswa, menilai dan sebagainya.
Supervisi pada abad ke-19 sudah dipandang penting bagi kemajuan pengajaran. Oleh sebab itu supervisor lebih diatas tingkatannya dari kepalah sekolah. Kedudukan supervisor lebih ditonjolkan karena kewajibannya dipandang lebih utama dari pada kewajiban kepala sekolah yaitu memperbaiki, mempertahankan, dan mengawasi proses pendidikan. Namu demikian keduanya baik supervisor ataupun kepala sekolah melaksanakan fungsi supervisi. Tetapi supervisi dari kepala sekolah tidak begitu lancar disebabkan oleh tugas-tugas ketatausahaan sekolah. Pada abad ini supervisor-supervisor spesialis sudah mulai dikembangkan seperti ahli dalam bidang kurikulum, ahli dalam administrasi, ahli dalam keuangan dan sebagainya. Teknik-teknik supervisi juga mulai dikembangkan dan ditingkatkan, termasuk teknik pembinaan guru yang bersifat manusiawi. Karena itu pada akhir abad ini supervisi di pandang sebagai fungsi demokrasi.
4.
Supervisi Ilmiah
Revolusi teknologi dan revolusi
industri yang terjadi pada abad 18 dan 19 membuat perubahan pada dunia
produksi, perdagangan, manajemen, dan juga di dunia pendidikan. Pada tahun 1911
Fredrick Tylor yang di pandang sebagai bapak manajemen ilmiah menerbitkan buku
yang berjudul “Principle Of Scientific Management” (Robins, 1982 hal.36)
prinsip-prinsip manajemen tersebut adalah
(1) Setiap elemen kerja para petugas harus dilakukan secara
ilmiah
(2) Seleksi dan latihan petugas harus dilakukan secara
ilmiah,
(3) Kerja sama manajemen dengan pekerja mengikuti metode
ilmiah
(4) Ada kesamaan antara manajer dan pekerja.
Dari prinsip-prinsip tersebut dapat dipahami bahwa
manajemen ilmiah menghendaki tiap pekerja mengerjakan sesuatu yag sudah
ditentukan dengan jelas dan dengan cara yang sudah dipahami secara jelas pula.
Sejalan dengan prinsip manajemen ilmiah tersebut di atas Max Weber
mengembangkan struktur organisasi yang dia sebut birokrasi dengan ciri-ciri
sebagai berikut (hoy, 1987 hal. 52):
(1) Spesialisasi
(2) Orientasi Imperonal
(3) Hirarki Otoritas,
(4) Peraturan-peraturan
(5) Orientasi prestasi kerja.
Organisasi pendidikan pada waktu itu diwarnai oleh
prinsip-prinsip tersebut. Sekolah-sekolah membuat peraturan-peraturan yang
ketat, tugas-tugas dibuat secara mendetail dan sejelas mungkin, komunikasi
diatur menurut garis yang sudah di tentukan, kontrol diadakan terhadap cara
bekerja dengan prestasi, kerja menurut kriteria tertentu dan hubungan atasan
dengan bawahan menjadi fomal. Supervisi sebagai sub system pendidikan sudah
tentu mengikuti prinsip-prinsip tersebut. Dalam hal ini tugas supervisi
dikhususkan pada pembinaan guru-guru. Supervisor berpegang pada tujuan sekolah,
koordinasi, metode belajar, kualifikasi guru dengan segala aktivitasnya yang
sudah ditentukan kualitasnya secara jelas. Sebelum muncul manajemen ilmiah
tidak ada ketentuan yang pasti atau patokan yang bisa dipakai pegangan oleh
para supervisor. Kini mereka mengontrol segala aktivitas yang dilakukan oleh
guru-guru, mencocokan dengan jadwal kerja, metode mengajar, kepribadian dengan
peraturan yang sudah digariskan. Mencocokan prestasi kerja atau hasil belajar
para siswa dengan standar prestasi yang sudah di sediakan. Serta memberi
insentif kepada guru-guru yang berprestasi.
Supervisor berusaha meningkatkan cara
bekerja guru-guru. Mereka diberi gambaran tentang kuaifikasi guru yang
dicita-citakan. Mereka dimotivasi dan dihimbau untuk mengejar cita-cia itu.
Suatu cita-cita tentang perilaku, ketrampilan dan cara kerja yang sudah jelas
wujudnya. Salah satu alat untuk memacu mengejar cita-cita adalah dengan
insentif. Insentif itu dapat berupa materi, promosi dan
penghargaan sosial.
Tugas utama supervisor ilmiah adalah
mencari undang-undang atau peraturan dan melaksanakan peraturan-peraturan
tersebut kepada guru-guru (Lucio, 1979 hal 8-9). Hal ini masuk akal, sebab
organisasi sekolah melakukan semua operasinya berupa administrasi sekolah tidak
boleh melakukan administrasi di luar peraturan-peraturan yang sudah disahkan.
Begitu pula mengenai administrasi yang menyangkut aktivitas guru-guru atau
cara-cara guru mengajar siswanya tidak boleh menyimpang dari undang-undang
tentang perilaku guru, hubungan guru dengan siswa dan cara guru membimbing
siswa belajar. Contoh undang-undang atau pearaturan-peraturan yang dicari
antara lain:
1.
Berapa
jam belajar teori perminggu dan berapa jam praktek.
2.
Metode-metode
mengajar mana yang cocok dipakai di kelas siswa yang memiliki kemampuan rendah
dan metode yang mana cocok dipakai untuk kelas yang memiliki kemampuan lebih.
3.
Kecocokan
metode mengajar dengan bidang studi
4.
Bagaimana
prosedur belajar dan mengajar yang baik
5. Macam-macam alat evaluasi yang diperlukan dan seterusnya.
Tidak ada hak bagi guru dan
supervisor merevisi atau mengingkari undang-undang, tetapi bukanl pula
undang-undang itu sendiri menjadi tujuan utama pendidikan, tujuan utama
pendidikan adalah perkembangan peserta didik itu sendiri.
Supervisi ilmiah mempunyai kaitan
dengan supervisi spesialis. Sebab supervisi ilmiah diilhami oleh revolusi
industri yang sangat memperhatikan pengkhususan-pengkhususan dan diperkuat
prinsip spesialisasi Weber. Jadi supervisi pada waktu itu sudah memandang perlu
ada supervisor-supervisor spesialisasi. Tetapi spesialisasi-spesialisasi yang
diadakan pada waktu itu masih terbatas, mugkin karena diferensiasi bidang studi
belum sebesar sekarang. Yang disiapkan oleh departemen-departemen supervisi itu
ialah (lucio, 1979 hal. 6):
1.
Spesialis
atau kepala bidang studi bahasa
2.
Spesialis
atau kepala bidang studi matematika
3.
Spesialis
atau kepala bidang studi ilmu social
4.
Spesialis
atau kepala bidang studi sains
Dengan adanya supervisor spesialis ini timbullah problem dengan kepala sekolah dalam menangani bidang studi tertentu di sekolah. Problem itu berupa kesulitan menentukan otoritas, fungsi dan prosedur kerja. Siapakah diantara keduanya lebih berwewenang menangani guru-guru apakah prosedur kerja yang ditempuh oleh keduanya sama.
5.
Supervisi Manusiawi
Pada tahun 1920 banyak protes
diajukan terhadap metode dan kurikulum yang diberikan secara otoriter dari para
administrator sekolah. Mereka tidak setuju kalau semua prinsip pendidikan
ditentukan sendiri oleh pimpinan. Hasil studi Hawthrone (Hoy 1979 hal.9)
menunjukan sosial para pekerja (guru-guru) yang baik akan meningkatkan
keakraban kerja. Kelompok ini akan membentuk struktur sosial yang informal
dengan norma, nilai dan kesensitivannya yang semuanya memberi efek kepada
perfomannya. Para penganut aliran ini tidak setuju memperalat guru untuk
mencapai maksud atasan. Mereka percaya bahwa kepala sekolah, supervisor dan
guru-guru bersama mempunyai kemauan dan bertanggungjawab terhadap pengembangan
pendidikan. Guru-guru perlu dihormat. Dan hubungan baik secara vertical maupun
secara horizontal di sekolah perlu dikembangkan. Dengan demikian diharapkan
guru-guru akan lebih berprestasi dan akan berdampak positif
bagi peserta didik.
Tugas supervisor bukanlah mencari
undang-undang atau peraturan yang akan dilaksanakan di sekolah serta mengontrol
guru agar menepati undang-undang itu. Tugas supervisor bukan menginspeksi
guru-guru, melainkan membimbing mereka. Supervisi adalah suatu proses
pengembangan kompetensi guru secara maksimum sesuai dengan tingkat
kemampuannya, sehingga mencapai tingkat efisiensi kerja yang lebih tinggi.
Mereka didorong untuk berkembang, mereka dimotivasi untuk berinisiatif, mereka
diajak berpartisipasi menentukan kebijakan sekolah. Pandangan, pendapat dan
pikiran mereka dimanfaatkan. Dengan demikian tugas supervisor adalah
menciptakan iklim sekolah yang santai dan memperluas partisipasi dikalangan
personalia sekolah (Lucio 1979 hal.11), disamping itu juga tugas memperbaiki
staf pengajar. Yang dimaksud dengan iklim sekolah yang santai adalah suatu
iklim yang tidak tegang akibat kontrol yang ketat untuk melaksanakan
aturan-aturan sekolah secara tepat, melainkan suatu bentuk hubungan kerja sama
yang fleksibel, dapat berdisiplin bila suasana membutuhkan dan tidak formal
bila dikehendaki.
Model supervisi ini menunjukan adanya
kepemimpinan bersama diantara personalia sekolah dengan cara berpartisipasi
bersama untuk memajukan pengajaran. Hal ini bisa dicapai dengan efektif, bila
ada kemampuan pada masing-masing personalia sekolah untuk menganalis diri
sendiri, Syarat ini sulit dicapai mengingat keterbatasan-keterbatasan individu,
tidak semua individu mempunyai kemampuan melaksanakan hal
itu pada dirinya.
6.
Supervisi pada zaman sekarang
Supervisi ini mempunyai ciri-ciri
dinamis dan demokratis yang merefleksikan vitalitas pemahaman kepemimpinan yang
berbobot (Neagly, 1980 hal.1). Lebih jauh karakteristik supervisi modern
dikatakan sebagai berikut.
Pertama,
menciptakan dan mempertahankan antar hubungan yang memuaskan diantara semua
anggota staf. Kondisi seperti ini merupakan dasar yang paling utama dalam
melaksanakan supervisi. Sebab supervisi adalah merupakan suatu proses yang
menyangkut aktivitas-aktivas individu didasari oleh pengenalan dan hubungan yang
akrab.
Kedua ialah
demokratis, istilah demokratis dikatakan mencerminkan dinamika, dapat mengerti
dan memahami, sensitif, dan memegang peranan kepemimpinan. Supervisi yang
dinamis ialah supervis yang aktif, kreatif, dan banyak inisiatif dalam
melaksanakan fungsinya. Suatu supervisi yang tidak hanya mengamati, mengontrol,
mengeritik dan menilai saja tetapi jauh lebih luas dari pada itu. Supervisi
seperti ini ikut merencanakan agar proses belajar mengajar memberi hasil yang
baik, membantu menciptakan kondisi belajar yang baik, memonitoring guru-guru
agar tidak sampai terlanjur jauh berbuat salah, mencari sebab sebuah kesalahan,
memberi saran dan membimbing. Supervisor tidak hanya mencari kesalahan guru,
tidak pula hanya memperbaiki kesalahan guru, tetapi juga berusaha mengadakan
preventif agar guru-guru sedikit mungkin berbuat salah. Hal ini dilakukan
dengan bermacam-macam cara sesuai problem yang dihadapi, itulah sebabnya
mengapa supervisor itu perlu aktif, kreatif dan berinisiatif.
Ketiga adalah komprehensif. Suatu yang supervisi berlangsung dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah tingkat atas yang mencangkup beberapa sekolah untuk wilayah tertentu. Bentuk dan isi supervisi untuk tingkat-tingkat sekolah itu tidak boleh berbeda-beda. Kesamaan ini dimaksudkan untuk menjamin kontinuitas kurikulum sekolah dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah tingkat atas. Hal ini akan memudahkan para siswa mengembangkan diri melalui kurikulum tersebut. Cukup sulit bagi siswa kalau ia sudah biasa belajar dengan cara bervariasi beralih ke cara yang monoton misalnya. Itulah sebabnya perlu diusahakan kesamaan metode belajar mengajar dari tingkat sekolah yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi.
7.
Perkembangan Supervisi pada masa yang
akan datang
Ada beberapa ramalan tentang
bagaimana kemungkinan supervisi pada masa yang akan datang. Yang bisa di
kemukakan dua macam yang satu meninjau supervisi dari sudut professional guru,
sedang lain meninjau dari sudut politik negara.
Atau yang satu melihat kecenderungan supervisi terpusat pada
pengembangan profesi pendidik, yang lain melihat kecenderungan itu bertitik
pusat pada politik negara.
Kecenderungan-kecenderungan supervisi
yang baru dan mungkin yang terus berkembang pada masa akan datang dalam membina
para guru disebabkan oleh perkembangan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang begitu pesat. Perkembangan
seperti ini akan membuat dunia beserta masyarakatnya akan berubah dengan cepat
pula.
Untuk mencapai maksud di atas membutuhkan tipe supervisi yang
baru, Supervisi tersebut lebih mememusatkan dari pada pengembangan profesi dan
bakat guru serta memanfaatkannya untuk kepentingan kemajuan pendidikan dari
pada memberi konsultasi langsung kepada guru-guru, membina agar mereka bisa
memimpin diri sendiri, tidak bergantung kepada pengarahan dari luar, dan
percaya kepada sumber-sumber pendidikan yang diperoleh sendiri. Supervisor juga
menanamkan pengertian program sekolah yang baru kepada guru-guru dalam usaha
menyiapkan para siswa menghadapi kehidupan yang semakin keras.
Kecenderungan-kecenderungan sekolah
pada masa yang akan datang lebih banyak dikontrol oleh negara. Negara memandang
pendidikan merupakan suatu alat yang vital untuk menegakkan serta memajukan
nusa dan bangsa. Hal ini memang penting bila dihubungkan dengan situasi dunia
yang penuh dengan usaha merebut pengaruh era globalisasi. Pemerintah memandang
perlu untuk mengawasi usaha-usaha sekolah agar anggota masyarakat yang
diproduksi mampu mempertahankan kedaulatan negara, berdiri sendiri, dan tidak
hanyut oleh pengaruh negara lain.
Bila demikian halnya, maka supervisor
akan berada diantara sebagian alat Negara dan dan sebagai professional. Karena
itu disarankan peranan supervisor sebagai berikut:
1.
Sebagai
perantara dalam menyampaikan minat para siswa, orang tua dan program sekolah
kepada pemerintah dan badan-badan lain.
2.
Memonitor
penggunaan dan hasil-hasil sumber belajar.
3.
Merencanakan
program untuk populasi pendidikan yang baru.
4.
Mengembagkan
program yang baru untuk jabatan baru yang mungkin muncul
5.
Mengkombinasikan
program yang di ajukan pemerintah.
6. Memilih inovasi yang konsisten dengan masa yang akan datang.
Ramalan yang sifatnya menjangkau
terlalu jauh kepada masa yang akan datang seringkali tidak tepat. Pengajaran
dengan mesin yang diramalkan pada tahun 1960-an akan menguasai dunia
pendidikan, ternyata hal itu tidak terjadi sampai sekarang. Oleh sebab itu
membuat ramalan dalam bidang supervisi pendidikan, khususnya di Indonesia,
tidak perlu menjangkau terlalu kedepan. Cukup setiap awal pelita (pembangunan
lima tahun) merumuskan model supervisi yang baru atau diperbaharui
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang
lampau dan antisipasi satu pelita. Model ini pula dapat di revisi.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pada abad ke-18 tugas supervisor
hanya sebatas mengontrol sekolah apakah sekolah ia sudah melaksanakan
aturan dan standar itu atau belum. Bila ternyata guru melakukan kekeliruan,
supervisor hanya mengeritik dan menegur saja, tidak menunjukan bagaimana memperbaiki
diri dan kreatif guru juga kurang dihargai.
Pada abad ke-19 tugas para supervisor
tidak lagi hanya mengontrol dan mencatat kesalahan guru, dan tidak lagi
bersifat otokrasi, melainkan berangsur-angsur memperhatikan individualitas
guru.
Pada masa sekarang supervisi lebih
berkonsentrasi untuk menciptakan dan mempertahankan antar hubungan yang
memuaskan diantara semua anggota staf. Kondisi seperti ini merupakan dasar yang
paling utama dalam melaksanakan supervisi. Sebab supervisi merupakan suatu proses
yang menyangkut aktivitas-aktivas individu didasari oleh pengenalan dan
hubungan yang akrab.
Kecenderungan supervisi pada masa
yang akan datang dan mungkin yang terus berkembang dalam membina para guru
disebabkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang begitu pesat. Perkembangan seperti ini akan membuat dunia
beserta masyarakatnya akan berubah dengan cepat pula.
B.
Saran
Dalam makalah ini tentunya banyak
kesalahan dan kekurangan, baik dalam segi penulisan dan pemilihan kata-kata.
Maka kami sebagai manusia biasa meminta kepada para pembaca agar tidak
segan-segan memberikan saran dan kritik yang tentunya bisa menambah kemajuan
kami dalam hal menuntut ilmu pengetahuan demi kemajuan bangsa dan Negara
Indonesia. Semoga makalah ini menambah wawasan para pembaca dan juga bermanfaat
bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Alipandie, Imansjah, Didaktik Metodik Pendidikan Umum,
Surabaya: Usaha Nasional,1984,cet.1
Ismail SM., Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang :
RaSAIL Media Group, 2009, cet.4
Ngalim, Purwanto, Drs.M, 1987, Administrasi dan Supervisi Pendidikan,
PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Purwanto, M. Ngalim. 2008.
Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sagala, Syaiful, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung : CV. ALFABETA, 2008,
cet. 4.
Sahertian, Piet A., Konsep Dasar & Teknik Supervisi
Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumberdaya Manusia, Jakarta : PT
RINEKA CIPTA, 2008, Cet. 4.
Sahartian, Piet A. 2008. Konsep
Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
http://denovoidea.wordpress.com/2009/02/23/supervisi-pengajaran-antara-konsep-dan-praktik/
http:// Chenly Waworuntu.Blogspot.com/2011/04/01/Pola-Supervisi-Pendidikan-
Sejarah-Perkembangan-Supervisi.htm
Komentar
Posting Komentar